GORESAN PENA TERAKHIR
Garisan Pena Terakhir - Gadis itu cantik. Rambut hitam panjang sepunggung dan matanya coklat terang memancarkan sinar kehangatan. Gadis yang menginjak usia 20 tahun itu bernama Kasya. Ia pandai mengukir kisah-kisah cinta dan pandai menciptakan berbagai macam cerita.
Kasya kini telah duduk diatas kasur empuk dengan balutan sprei berwarna jingga. Mata coklat terangnya menatap lantai kamar yang berwarna kuning gading. Pikiran gadis itu melayang jauh menembus ruang dimensi waktu menuju kisah-kisah indah 4 tahun yang lalu. Kisah dimana ia dengan sukarela memberikan hatinya pada seorang cowok yang juga dengan sukarela menggoreskan sayatan-sayatan luka pedih di hati kejamnya sesuatu yang orang-orang namakan dengan “CINTA”.
“Kasya, kalo boleh jujur sebenernya tuh aku cinta sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku ?” itulah kata-kata yang keluar dengan lancarnya dari mulut seorang cowok kepada Kasya. Kasya hanya tersenyum simpul mendengarkan pernyataan yang cukup mengejutkannya. Gadis itu mengangguk pelan.
“aku juga cinta sama kamu Valent. Aku mau kok jadi pacar kamu…”
Kedua remaja itu pun resmi menjadi sepasang kekasih tepat tanggal 31 Maret 2005 saat usia Kasya baru menginjak 16 tahun.
Semenjak saat itu hari-hari Kasya diwarnai dengan kebahagiaan dan kasih sayang. Setiap pagi gadis itu senantiasa bernyanyi dengan irama-irama cinta yang mengalun begitu indah, hingga akhirnya ia harus hancur merelakan kebahagiaanya lenyap ditelan penghianatan. Ya, Valent menghianati cinta Kasya. Cowok itu merampas kebahagiaan Kasya dalam waktu sekejap mata. Bukan main sakit hati Kasya saat itu. Ia menangis pilu di dalam kamarnya yang hangat. Mulai saat itu, Kasya yang dulunya seorang gadis ceria dan memiliki selera humor tinggi berubah menjadi gadis pendiam , mudah marah, dan pembenci. Ia begitu benci dengan segala sesuatu yang berbau cinta.
Kondisi itu berlanjut selama dua tahun lamanya, hingga akhirnya Kasya mengenal sosok Gilang dalam kehidupannya yang baru. Cowok itu memiliki pikiran yang begitu dewasa walau hanya berpaut usia dua tahun diatas Kasya. Kedua insan itu pertama kali bertemu di sebuah rumah sakit terbesar yang berada di daerah Surabaya. Saat itu Kasya tengah duduk di bangku panjang taman Rumah Sakit menunggu sang mama selesai mengurusi administrasi perawatan sakit Thypus nya si Chika, adik satu-satunya Kasya. “Lagi nungguin siapa ?” Tanya seorang cowok kepadanya. Cowok itu duduk disamping Kasya tanpa permisi. Dan Kasya hanya mengamati sosok cowok tersebut tanpa menjawab pertanyaannya.
Karena merasa nggak direspon, membuat cowok itu terdiam. “Kamu ngomong sama aku ?” Tanya Kasya. Kemudian cowok itu hanya tersenyum manis memperlihatkan deretan gigimya yang putih bersih tertata rapi.
“aku lagi nungguin mama” tukas si gadis.
“mau ditemenin ? oh iya aku Gilang . Kamu …?” cowok itu mengulurkan tangannya.
“Kasya” jawab gadis tersebut sambil membalas jabat tangan Gilang.
Ya begitulah perkenalan singkat antara Kasya dan Gilang. Dan akhirnya mereka pun saling mengenal lebih dekat.
Hari berlalu kedua muda-mudi itu terlihat semakin akrab saja. Entah apa yang terjadi, namun sepertinya Kasya dapat menerima kehadiran Gilang dengan baik di hidupnya. Gadis itu selalu merasa nyaman saat berada di dekat Gilang. Kasya juga sering bercerita kepada Gilang tentang kehidupannya sebelum ia mengenal sosok cowok itu.
Melihat dari kedekatannya banyak yang mengatakan jika mereka berdua adalah pasangan yang serasi. Namun pada kenyataannya, Kasya dan Gilang hanya menjalin hubungan sebatas kakak beradik saja. Masalah perasaan dihati mereka berdua hanya mereka dan Tuhan saja yang tahu.
Hari terus berlalu dan mereka berdua semakin terlihat dekat. Hampir setiap hari Gilang main ke rumah Kasya. Hingga suatu ketika, saat Gilang pertama kali mendapati Kasya menangis di halaman samping rumahnya.
“kamu nangis, sya ? ada masalah apa ?” Tanya Gilang sedikit panik.
Kasya tidak menjawab pertanyaan cowok itu. Ia hanya menatap sayu kea rah Gilang dengan mata yang teruus mengeluarkan air bening yang mengalir deras membentuk dua anak sungai di pipinya.
“Mau berbagi kisah sama aku ?“
“aku… aku benci sama Valent Lang. Aku benci” jawab Kasya semakin histeris.” Kenapa dia selalu berhasil bikin aku menderita kayak gini ? kenapa ?”
Gilang merasa iba melihat keadaan gadis cantik itu. Ia lalu memeluk erat Kasya dan berusaha menenangkan hatinya.
“kemarin aku nggak sengaja ketemu sama dia. Dan itu mengingatkan aku bagaimana dia menghianatiku dulu” Kasya terus menangis
“Kenapa Tuhan menciptakan manusia nggak punya perasaan dan kejam seperti dia ? kenapa ?” ucap Kasya semakin kesal
“Udahlah sya, kamu tenang jangan nangis gitu. Entar cantiknya luntur lho. Lagian kamu bisa berusaha ngelupain dia. Aku pasti akan bantu kamu kok..” ucap Gilang berusaha menghibur.
Namun bukanya terhibur, malah membuat Kasya semakin sedih dan marah.
“emangnya gampang ngelupain seseorang yang pernah kita cintai gitu aja, hah ?” praktek itu nggak semudah teori Gilang..” balas Kasya.
Entah kenapa sejak saat itu Kasya malah sedikit marah dengan Gilang, dan mulai saat itu hubungan antara mereka menjadi renggang. Mereka mulai jarang ketemu. Hingga satu bulan berlalu, Kasya pun tak dapat memungkiri kerinduan terhadap Gilang. Gadis itu mulai merasa bersalah karena telah marah terhadap Gilang, padahal cowok itu mempunyai niat baik terhadapnya.
Dengan membawa setumpuk perasaan bersalah, akhirnya Kasya memutuskan untuk menemui Gilang. Namun tiba-tiba sesampainya di rumah Gilang Kasya hanya bertemu dengan ibunya.
“Perkenalkan tante, nama saya Kasya . Saya temannya Gilang. Gilang ada tante ?” tanya Kasya
Namun ibunya Gilang diam, Ibunya terlihat sedih dan cemas hingga meneteskan air mata.
“maaf tante, kenapa tante menangis ? apa ada yang salah dengan pertanyaan saya. Atau jangan-jangan ada apa-apa dengan Gilang ?” Tanya Kasya lagi
“lebih baik kamu baca saja surat ini …!” jawab orang tua Gilang.
Akhirnya Kasya pun membaca lembaran kertas putih yang ditulis Gilang untuknya.
Dear Kasya,
Maaf membuatmu marah. Sepertinya aku tidak bisa menjadi teman yang baik untukmu. Aku tidak bisa menghiburmu saat kamu tengah bersedih waktu itu. Tapi sungguh aku tidak bermaksud menyakiti hatimu…
Kasya , kita memang tidak memilki kemiripan dalam permasalahan kita sedikit pun. Kamu pernah cerita ke aku kalau orang yang paling kamu benci adalah Valent, seorang cowok yang pernah menyakiti hatimu. Tapi sebenarnya kamu dapat mengatasi kebencian dan permasalahan kamu akan hal itu jika kamu mau berusaha.
Tidak seperti masalahku. Kamu tahu hal apa yang paling aku benci di dunia ini ? yaitu WAKTU. Aku benci pada waktu. Bagiku tak ada yang paling kejam di dunia ini selain waktu. Karena ia tidak memiliki toleransi kepada kita. Dan karena ia tidak memiliki rasa belas kasih kepadaku.
Aku pernah berharap dapat memutar waktu ke waktu sebelumnya , supaya aku tidak perlu dilahirkan di dunia ini. Supaya aku tidak perlu merasakan sakit yang tak dapat kutahan setiap hari. Aku juga pernah bermimpi dapat menghentikan waktu saat aku sedauung berada di dekatmu. Supaya aku bisa sejenak melupakan rasa sakit yang selama ini telah kuderita. Namun kenyataanya ia tidak sudi mengabulkan harapan dan impianku itu. Aku benci waktu , aku benci padanya.
Dan mungkin saat kau membaca goresan pena ini ini adalah goresan pena terakhirku. Serta pastinya kamu mengerti kan ? sekarang sudah pergi jauh, jauh sekali. Dan aku sekarang sudah tidak benci waktu lagi. Aku sudah tidak terikat dengan waktu karena aku sedang berada di tempat terindah bersama Tuhan untuk selamanya.Dan satu lagi, aku sangat bahagia mengenalmu meski kita tak lama kenal.
Lalu,,,, setelah aku pergi aku harap kamu masih mengingatku. Dan yang kuminta darimu hanya satu. Jadilah gadis yang baik dan jangan hanya terikat cinta dengan orang yang menghianatimu. Cintailah orang yang selalu hadir dalam hidupmu. Serta jangan lupa mendoakanku…
Selamat tinggal Kasya , sampai jumpa di Syurga nanti
Gilang Yudistira
Air mata Kasya mengalir deras usai membaca surat itu. Hal yang tidak pernah diketahuinya selama ini.
Namun semenjak saat itu Kasya mulai berubah dan dia menuruti apa permintaan Gilang. Dan setiap saat dia ingin tidur dia selalu membuka di bawah tumpukan bantal tidurnya. Yaitu sebuah goresan terakhir dari Gilang. Itu dijadikan kenangan termanis dalam hidupnya.